Rabu, 07 Agustus 2019

SARANG

Display Picture dari kontak bbm salah seorang teman menarik perhatian gue. Bukan gambar yang aneh-aneh seperti yang ada dikoleksi kebanyakan cowok jaman sekarang. Sebenernya simple aja gambar DP itu, seorang laki-laki yang berdiri menghadap sebatang pohon dengan beberapa ekor burung beterbangan di atas pohon tersebut. “Aku heran kenapa burung-burung itu memilih tinggal di satu pohon padahal mereka bisa terbang kemana saja sesuka hati mereka.” Kata-kata di gambar itu yang begitu mengulik perasaan gue.
            “Hmmm, gue setuju dengan DP bbm ini.” gue cuma bergumam dalam hati sambil tersenyum mengamatinya.
            “Hayo, ngapain lu senyum-senyum sendiri.”
            “Eh Wan, ngagetin aja lu. Ngga kok, ini gue lagi liat DP bbm temen gue aja.”
            “Oh... Kirain kesambet lu.”
            “Bisa aja lu. Eh, besok sabtu jadi kita travelling ke Jogja?”
            “Ayok aja, gue sih kalau mau berangkat tinggal berangkat aja. Di sana juga ada si Dimas yang siap jadi tempat penampungan kita.”
            “Cocok! Bener ya, besok sabtu berangkat kita.”
            “Oke bro.”
Gue emang sekarang lagi hobi-hobinya buat travelling. Semuanya berawal ketika gue udah selesai sidang skripsi, dan nunggu waktu buat wisuda yang hampir 2 bulan lamanya. Kebetulan waktu itu gue lagi main ke tempat sepupu gue si Riswan. Pas gue cerita bingung mau ngapain selama 2 bulan, dia ngajakin buat travelling aja ala backpacker gitu. Dasarnya gue suka tantangan dan emang suka jalan-jalan juga, ya tanpa pikir panjang gue tanggepin serius ajakan si Riswan. Waktu itu Malang jadi tempat pertama yang gue dan Riswan jelajahi. Cuma bermodalkan tas ransel, uang secukupnya, dan seorang teman yang rela menjadi penampungan, dengan kereta ekonomi kami berangkat dari Semarang.
            Selama hampir seminggu kami keliling Malang mencari pengalaman seru dan sekalian cari jodoh (buat Riswan). Yah, tapi emang nasib Riswan yang ditakdirkan menjomblo sampe batas waktu yang tidak ditentukan, sampai pulang ke Semarang pun tak ada satu cewek pun yang berhasil dia gebet. Tapi kalau buat gue, puas rasanya seminggu menjelajah daerah baru dan menikmati pemandangan yang lain dari yang biasa gue lihat.
            Kesempatan travelling ini datang lagi sekarang pas gue lagi nunggu masa-masa masuk kerja. Dua minggu lagi gue uda kerja di Bogor. Jadi gue pikir mumpung masih ada waktu 2 minggu, gue mau jalan-jalan dulu ke Jogja. Dan sekali lagi, Riswan menjadi partner setia gue.
****

            Sabtu pagi jam 6 gue uda siap dengan tas ransel besar di punggung. Setelah pamitan sama orang rumah, gue naik angkot buat jemput Riswan. Habis itu kita bakal ke Jogja naik kereta ekonomi. Gue emang lebih suka travelling naik kereta, karena menurut gue sensasi petualangannya dapet banget. Apalagi di kereta ekonomi, bakal banyak  hal baru dan seru yang bisa kita dapet. Ngga sampe 10 menit, gue uda nyampe rumah Riswan. Dari situ kita ke stasiun dianter sama kakak nya Riswan yang sekalian mau pergi ke arah stasiun. Sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya kita berdua sampai di Stasiun Poncol Semarang. Tiket udah dibeli, semua perbekalan siap, jam uda nunjukin pukul 8, saatnya berangkat.
            Setiap naik kereta, gue selalu milih duduk samping jendela jadi bisa ngliat pemandangan yang ada di luar. Gue banyak ngliat pemandangan baru dari dalam kereta selama di perjalanan. Bahkan ngga jarang gue juga ngliat ibu-ibu kampung yang lagi pada nyuci baju sambil mandi di sungai. Entah itu untung atau rugi. Setelah perjalanan  hampir 2 jam, rupanya Riswan yang duduk di sebelah gue tertidur. Tapi jangan bayangin dia nyandarin kepalanya ke bahu gue. No Way!
            “Mau ke Jogja, Mas?” bapak-bapak yang duduk di depan gue keliatan ramah dengan kumis tipisnya.
            “Iya Pak. Ini dengan sepupu saya.”
            “Kuliah di sana ya Mas?”
            “Oh bukan Pak. Kami Cuma mau jalan-jalan saja. Kebetulan kami sudah lulus kuliah semua.”
            “Wah, enak itu. Kalau mau jalan-jalan, Jogja memang pilihan yang tepat. Kota nya tenang, banyak pemandangan bagus, kemana-mana ongkosnya murah. Ada saudara kah disana untuk menginap?”
            “Oh, kebetulan ada teman kami yang kerja disana. Jadi bisa numpang tinggal sementara.”
            “Baguslah kalau gitu. Bapak jadi ingat masa muda bapak dulu kalau ngliat kalian.”
            “Suka jalan-jalan juga kah Pak dulu?”
            “Oiya, bapak ini ketua klub pecinta alam di kampus bapak. Makanya sering jalan-jalan juga.”
            “Udah pernah kemana aja Pak dulu?”
            “Wah banyak Mas. Saya sudah pernah ke Malang, Bandung, Bogor, Garut, Bali, Lombok, Jogja, lainnya saya lupa.
            “Banyak juga ya Pak. Saya baru pernah ke Malang saja. Kenapa bapak dulu suka travelling?”
            “Namanya juga masih muda Mas, pasti pengen melihat dunia luar. Menjelajah hal baru, bosan dengan lingkungan sekitar. Sama kaya yang Mas rasain sekarang kan?”
            “Iya betul sekali Pak. Rugi rasanya kalau masih muda ngga sempat keliling-keliling mencoba banyak hal baru.”
            “Hahaha, saya suka semangat Mas. Tapi ada hal lain yang harus diingat. Jangan sampai motivasi kita bepergian hanya untuk mencoba semua hal baru tanpa membawa hasil apa-apa.”
            “Maksudnya apa itu Pak?”
            “Kadang kita hanya terjebak oleh keinginan menggebu-gebu akan hal baru. Menantang diri dengan sesuatu yang belum pernah dialami. Tidak salah memang itu. Tapi pertanyaannya, lalu untuk apa semua itu? Apa hanya sekedar bersenang-senang, menambah pengalaman? Justru rugi kalau hanya seperti itu. Semua orang sebenarnya bisa saja bepergian ke berbagai tempat asal mereka mau. Tapi tidak semua orang bisa menjadi traveller.
            Traveller? Apa yang bapak maksud dengan traveller?”
            “Seorang traveller itu bukan hanya mereka yang sering bepergian ke berbagai tempat saja. Tapi mereka yang setiap kali melihat atau menjelajahi tempat baru, selalu bisa menikmati, menghargai, dan mengambil pelajaran dari sana untuk bekal hidup mereka ke depannya. Singkatnya, seorang traveller harus bisa membuat hidupnya selalu berjalan maju meskipun dia sudah tidak mengalami hal-hal baru lagi.”
            “Hahaha, berat juga ya menjadi traveller kalau begitu Pak.”
            “Ah, ngga juga Mas. Contoh  traveller sejati adalah burung. Pada dasarnya seekor burung bisa saja terbang terus ke berbagai daerah, menikmati pemandangan yang berbeda setiap waktu. Tapi bukan itu yang mereka lakukan. Setelah mereka merasa cukup melihat berbagai pemandangan baru, mereka akan memilih satu pohon untuk membangun sarang dan menanamkan apa yang sudah mereka dapat untuk diri sendiri dan anak-anak mereka. Apa setelah mereka menetap di sarang nya itu, mereka bukan lagi traveller?”
            “Saya mengerti sekarang maksud Bapak. Seperti perjalanan kereta ini, kita harus tahu di stasiun mana kita turun. Tapi itu bukan berarti perjalanan kita berhenti kan Pak?”
            “Tepat sekali! Bapak harap Mas dan saudara mas yang tidur pulas itu, bisa menjadi traveller dan tahu di stasiun mana harus turun. Kalau tidak, nanti bisa kesasar. Hahaha...”
            “Hahaha... bapak bisa saja becandanya.”

Kereta ekonomi ini terus melaju, mengantarkan orang-orang menuju stasiun pemberhentian masing-masing, menyuguhkan berbagai pemandangan baru di setiap daerah yang dilewatinya, yang bisa saja memberimu pengalaman baru, atau justru membuatmu lupa akan tujuanmu.
****